Kuasai Afghanistan, Taliban Menatap Krisis Kemanusian

- 16 September 2021, 11:56 WIB
Ilustrasi-Kuasai Afghanistan, Taliban Menatap Krisis Kemanusiaan.
Ilustrasi-Kuasai Afghanistan, Taliban Menatap Krisis Kemanusiaan. /Reuters/West Asia News Agency

JurnalAmbon.com,-Sebulan setelah merebut Kabul Afghanistan, kelompok Taliban menghadapi masalah mengerikan.

Kelompok Taliban berusaha keras mengubah kemenangan militernya menjadi pemerintahan yang damai dan sejahtera.

Setelah empat dekade perang dan kematian puluhan ribu orang, keamanan telah meningkat tapi ekonomi Afghanistan hancur meskipun ratusan miliar dikeluarkan untuk pembangunan dalam 20 tahun terakhir.

Kekeringan dan kelaparan mendorong ribuan orang dari pedesaan ke kota-kota.

Program Pangan Dunia khawatir persediaan makanan mulai menipis pada akhir bulan.

Baca Juga: Blackbox Pesawat Rimbun Air Ditemukan, Berikut Tiga Nama Korban

Hal tersebut mendorong 14 juta warga Afghanistan yang rawan pangan ke jurang kematian.

Sementara perhatian pemerintah Barat hanya terfokus apakah pemerintah baru Taliban akan menepati janji untuk memberikan hak perempuan dan menolak afiliasi politik dengan kelompok-kelompok ekstermis seperti al-Qaeda.

Bagi banyak warga Afghanistan, prioritas utamanya adalah kelangsungan hidup yang sederhana.

“Anak-anak lapar, warga tidak punya sekantong tepung atau minyak goreng,” kata Abdullah penduduk Kabul Afghanistan seperti JurnalAmbon.com mengutip Aljazeera, Rabu 15 September 2021.

'Darurat Pangan'

Direktur Kantor Darurat dan Ketahanan Organisasi Pangan dan Pertanian, Rein Paulsen, pada Selasa di markas besar PBB bertutur bahwa saat ini empat juta warga Afghanistan menghadapi "darurat pangan".

Paulsen mengatakan 70 persen warga Afghanistan tinggal di daerah pedesaan dan ada kekeringan parah yang mempengaruhi 7,3 juta jiwa di 25 dari 34 provinsi Afghanistan.

"Komunitas pedesaan yang rentan ini juga terkena pandemi," katanya.

Baca Juga: Jadwal Acara TV Jumat 17 September 2021: SCTV Mau Jadi Apa?, Hingga Anjani Indosiar

Paulsen mengatakan musim tanam gandum, musim dingin, paling penting di Afghanistan namun terancam oleh “tantangan uang tunai dan sistem perbankan” juga terhadap pasar pertanian.

“Lebih dari setengah asupan kalori harian warga Afghanistan berasal dari gandum,” katanya.

Jika pertanian runtuh lebih jauh, Paulson memperingatkan, itu akan meningkatkan kekurangan gizi, meningkatkan perpindahan dan memperburuk situasi kemanusiaan.

Antrean panjang masih terbentuk di luar bank, di mana batas penarikan mingguan sekitar 20.000 afghani ($200) telah diberlakukan untuk melindungi cadangan negara yang semakin menipis.

Pasar dadakan membuat masyarakat menjual barang-barang mereka yang bermunculan di seluruh Kabul, meskipun pembeli kekurangan pasokan.

Donor internasional telah menjanjikan lebih dari $1 miliar untuk mencegah apa yang diperingatkan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sebagai "runtuhnya seluruh negara".

'Setiap Hari; Setiap Keadaan Menjadi Buruk'

Sementara sebagian besar orang tampaknya menyambut baik berakhirnya pertempuran.

Kelegaan apa pun telah diredam oleh penutupan ekonomi yang hampir terjadi.

“Keamanan cukup baik saat ini tetapi kami tidak mendapatkan apa-apa,” kata seorang tukang daging dari daerah Bibi Mahro di Kabul, yang menolak menyebutkan namanya.

“Setiap hari, segalanya menjadi lebih buruk bagi kami, lebih pahit. Ini benar-benar situasi yang buruk.”

Setelah evakuasi asing yang kacau di Kabul bulan lalu, penerbangan pertolongan pertama mulai berdatangan saat bandara dibuka kembali.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Aries, Taurus dan Gemini, Jumat 17 September 2021: Merasakan Cinta dan Benci

Namun reaksi dunia terhadap pemerintah veteran Taliban dan kelompok garis keras yang diumumkan pekan lalu telah dingin.

Namun belum ada tanda pengakuan internasional atau langkah untuk membuka blokir lebih dari $9 miliar cadangan devisa yang disimpan di luar Afghanistan.

Meskipun para pejabat Taliban mengatakan tidak bermaksud mengulangi aturan keras dari pemerintah sebelumnya, yang digulingkan oleh kampanye pimpinan Amerika Serikat pasca serangan 11 September 2001.

Mereka telah berjuang untuk meyakinkan dunia luar bahwa mereka telah benar-benar berubah.

Namun ada ketidakpercayaan mendalam terhadap tokoh-tokoh senior pemerintah, seperti menteri dalam negeri yang baru, Sirajuddin Haqqani, yang ditunjuk Amerika Serikat.

Kelompok harus melawan spekulasi atas perpecahan internal yang mendalam di jajarannya sendiri. Juga menyangkal rumor bahwa Wakil Perdana Menteri Abdul Ghani Baradar telah tewas dalam baku tembak dengan pendukung Haqqani.

Para pejabat mengatakan pemerintah sedang bekerja untuk mendapatkan layanan dan ketika perang surut harus bercibaku menyelesaikan krisis ekonomi sebagai masalah krusial.***

Editor: Muhammad Jaya

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini